Rabu, 19 November 2008

LEBIH JAUH DENGAN SAHAR L. HASAN









Ia terjun di dunia organisasi sejak jadi mahasiswa di Kupang. Tak disangka, putra Adonara ini dipercaya sebagai Sekjen DPP Partai Bulan Bintang (PBB) mendampingi sang ketua, MS Kaban yang kini Menteri Kehutanan RI.


SEJAK kuliah di jurusan Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang tahun 1972, Sahar L Hassan sudah terjun dalam organisasi kemahasiswaan. Baik intra maupun ekstra universiter. Di Undana, misalnya, ia aktif di Komisariat Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ilmu Administrasi. Sekarang namanya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Sedangkan di luar kampus, ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kupang dan Perhimpunan Mahasiswa Flores Timur (Permaftim) Kupang.

“Tahun 1975 sempat bersaing merebut posisi ketua tetapi kalah dengan rekan sedaerah. Namanya, Lambert Tokan. Tapi, saya akhirnya dipercaya sebagai wakil ketua. Meskipun beliau saya kalahkan di Permaftim,” cerita Sahar mengenang masa-masa awal terjun dalam organisasi.

Posisi Wakil Ketua Komisariat Dewan Mahasiswa Fakultas Administrasi Niaga ternyata hanya bertahan sebulan karena pada Maret 1975, ia ikut bersaing merebut posisi Keua Dewan Mahasiswa Undana. Di luar dugaan, Sahar terpilih menjadi ketua periode 1975 - 1977. Nah, hingga tamat posisi itu tetap dipegangnya karena setelah itu lahir kebijakan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK).

Begitu juga di luar kampus. Pria kelahiran Boleng, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim) ini pernah menjadi salah satu ketua HMI Cabang Kupang periode 1977 – 1978. Kematangan organisasi semakin terasa sehingga ia berkesempatan mengikuti Konggres HMI XIII di Ujungpandang, Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 1979. Di luar dugaan, ia ditarik ke Jakarta untuk menempati posisi Wakil Sekjen Pengurus Besar HMI periode 1979 – 1981.

Sejak April 1979 Sahar pindah ke Jakarta untuk dilantik bersama-sama pengurus PB HMI lainnya. Setelah beberapa lama di Jakarta, pada Juli 1979 ia kembali merampungkan skripsinya dan meraih gelar sarjana. Pada 17 September 1979, Sahar kembali ke Jakarta. Sejak itu, ia memutuskan tinggal di Ibu Kota dan berjuang menata masa depannya.

Masuk Politik

Selepas dari HMI, Sahar juga aktif di sejumlah organisasi seperti KAHMI, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Al-Irsyad, dan lain-lain. Ia juga mulai terjun dalam politik dan bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Setelah meninggalkan PPP, ia masuk Partai Bulan Bintang (PBB) dan sempat menjabat wakil sekjen. Kemudian, saat berlangsung Muktamar I PBB di Jakarta tahun 2000, ia terpilih menjadi wakil ketua umum.

“Setelah Muktamar II PBB di Surabaya, saya dipercayakan sebagai sekretaris jenderal. Saya tidak tahu, apakah ini turun jabatan karena dari wakil ketua umum kemudian turun menjadi sekretaris jenderal. Bagi saya politik itu bagian dimensi pengabdian. Dalam bahasa agama, berpolitik juga tergolong ibadah. Karena itu, saya harus menggunakan nilai-nilai Islam dalam berpolitik,” ujar Sahar.

Pilihan untuk terjun dalam dunia politik praktis adalah panggilan hati. Pengaruh kuat ayahnya yang hanya seorang papalele (pedagang) dan Imam Masjid di Boleng, Pulau Adonara juga turut membentuk jiwa kepemimpinan Sahar. Ia mengaku, di hadapan orang-orang di kampung, ayahnya adalah figur yang selalu jadi panutan. Ayahnya sangat bijaksana dan selalu diterima masyarakat.

“Asal ada masalah, ayah menjadi tempat bertanya bagi warga kampung. Beliau menjadi problem solver. Kemudian ditambah lagi dengan kesungguhan menempah diri dan aktif di organisasi kampus dan luar kampus telah memungkinkan saya menapaki karier hingga mendapat kepercayaan seperti saat ini,” jelasnya.

Rupanya, selama masih mahasiswa ia sudah memegang teguh motto hidupnya: sukses dalam study, unggul dalam berorganisasi, dan insan pengabdi di hadapan Tuhan. Tak ayal, ia dunia organisasi dan pendidikan terus ia tapaki. Selain disibukkan dengan tugas-tugas di Partai Bulan Bintang, Sahar juga terus mengejar pendidikan. Kini ia tengah merampungkan kuliah S-2 di Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ).

Sekalipun sudah makan garam dalam jagad politik praktis tetapi usaha pengembangan intelektualitas pribadi bisa dilakukan secara otodidak. Hanya kadang kurang terfokus sehingga ia memilih kuliah satu bidang. “Kalau otodidak kan kita bisa belajar apa saja. Misalnya, kalau ada buku baru, ya kita baca. Padahal, kan terlalu luas. Karena itu, saya ingin kuliah yang spesial,” katanya beralasan.

Saling Pengertian

Sahar mengaku, antara tugas sebagai politisi dan kepala keluarga tak jadi masalah. Urusan keluarga juga sudah menjadi tanggung jawab bersama dengan istrinya yang juga seorang dosen. “Kita saling membangun kepercayaan dan membagi tugas. Alhamdulillah! Istri bisa memberikan pengertian kepada anak-anak. Kita sering bertukar pikiran dengan delapan anak kita. Anak kami lima laki-laki dan tiga perempuan. Yang sulung sedang menempuh studi Master Hukum Internasional di UI. Yang kedua, sudah bekerja di kantor Imigrasi Jakarta Pusat, dan ketiga hampir selesai S-1 Psikologi. Anak-anak yang lain masih kecil,” kata Sahar.

Menurutnya, keluarga merupakan basis penyemaian kasih sayang bagi anak-anak. Karena itu, meskipun ia sibuk tetapi kasih sayang, pendidikan, dan pendampingan kepada mereka tetap menjadi hal yang sangat penting. Sahar juga sempat menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi (PT) di Jakarta dan Jawa Barat. Ia pun sering menyebut dirinya dosen sapu jagat. Ia pernah menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Nasional (Unas), Universitas Kristen Indonesia (UKI), Universitas Borobudur, Universitas Asyafia, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan dosen Universitas Ibnu Chaldun Bogor.

Paling Kecil

Sahar Hassan menyelesaikan sekolah di SD Negeri Boleng dan SMP Negeri Lamahala di Adonara. Kemudian masuk SMA Suryamandala Waiwerang di Adonara. Saat di SMA ia tergolong siswa yang paling kecil tetapi dipilih jadi ketua kelas.

Kemudian kuliah di Undana Kupang. Tahun 1971, ia mengajar di SMA Swasthika Lewoleba, Lembata bersama beberapa teman seperti Stanis Uran dan Yosef Lelaona. Budaya Lamaholot yang menjunjung tinggi kesetiakawanan dan kerja keras selalu dipegangnya. Mungkin itu pula, ia mendapat kepercayaan sebagai Sekjen Partai Bulan Bintang. (Ansel Deri)

Sumber: FLORS POS edisi 17 – 24 Juni 2007

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya kader HMI Cab. Malang. Pernah ketemu sama Pak Sahar pas saya mengikuti LK II di Cab. Ciputat. Sukses Selalu buat Pak Sahar...
Oh ya, kalo sempat, kunjungi saya di http://siyasatuna.blogspot.com